Sakit sel darah atau Sickle Cell Disease (SCD) adalah sebuah gangguan darah genetik yang sudah ada sejak lahir, yang menyebabkan produksi hemoglobin abnormal dalam sel darah merah.


Berbeda dengan sel darah merah sehat yang berbentuk bulat dan lentur sehingga dapat mengalir lancar melalui pembuluh darah, sel darah pada penderita SCD menjadi kaku, lengket, dan berbentuk seperti sabit atau bulan sabit.


Bagaimana Sakit Sel Darah Terjadi pada Anak?


Inti dari SCD adalah mutasi genetik yang mengubah struktur hemoglobin sehingga kemampuan sel darah merah membawa oksigen menjadi terganggu. Sel darah yang berbentuk sabit ini memiliki masa hidup jauh lebih singkat dibandingkan sel darah normal. Penghancuran sel darah merah yang cepat menyebabkan anemia, kondisi yang paling umum dialami anak-anak dengan SCD. Anak dengan anemia sering tampak pucat, cepat lelah, dan memiliki daya tahan fisik yang menurun.


Selain itu, organ limpa yang berfungsi menyaring darah dan melawan infeksi mengalami kerusakan akibat tersumbatnya pembuluh darah kecil oleh sel darah yang berbentuk sabit. Akibatnya, anak-anak dengan SCD menjadi lebih rentan terhadap infeksi serius karena fungsi limpa yang menurun. Penyakit ini memiliki tingkat keparahan yang berbeda-beda tergantung pada jenis genetiknya, sehingga diagnosis yang tepat sangat penting untuk pengelolaan yang efektif.


Gejala dan Tanda Klinis yang Harus Diwaspadai


Gejala SCD biasanya mulai muncul sejak bayi berusia lima bulan dan bisa sangat bervariasi. Berikut adalah beberapa tanda utama yang sering ditemukan:


Anemia: Akibat kurangnya sel darah merah sehat, anak-anak sering terlihat pucat, cepat lelah, dan mudah kehabisan tenaga.


Jaundice (Kuning): Warna kuning pada kulit, mata, dan selaput lendir terjadi karena bilirubin meningkat saat sel darah sabit rusak dan melebihi kemampuan hati untuk memprosesnya.


Krisis Nyeri (Vaso-occlusive Episodes): Nyeri hebat yang tiba-tiba muncul karena penyumbatan pembuluh darah kecil oleh sel darah sabit. Nyeri ini bisa terjadi di mana saja, tetapi sering dirasakan di dada, lengan, kaki, tangan, dan kaki. Anak kecil juga bisa mengalami pembengkakan di jari tangan dan kaki saat krisis ini terjadi.


Sindrom Dada Akut: Kondisi berbahaya yang terjadi ketika sel darah sabit menyumbat aliran oksigen di paru-paru, mirip dengan pneumonia. Anak akan mengalami demam, nyeri dada, dan batuk, biasanya dipicu oleh infeksi atau dehidrasi.


Sekuestrasi Limpa: Sel darah sabit terperangkap di limpa menyebabkan penurunan hemoglobin secara cepat. Kondisi ini memerlukan penanganan medis segera karena bisa mengancam nyawa.


Selain itu, anak-anak dengan SCD juga berpotensi mengalami berbagai komplikasi serius lainnya seperti gangguan pertumbuhan dan pubertas terlambat, serta masalah penglihatan akibat kerusakan jaringan akibat kekurangan oksigen.


Cara Mengelola dan Mengobati Sakit Sel Darah pada Anak


Penanganan SCD pada anak memerlukan pendekatan menyeluruh yang fokus pada pengurangan gejala, pencegahan komplikasi, dan meningkatkan kualitas hidup. Pemeriksaan rutin untuk memantau tingkat anemia dan risiko infeksi sangatlah penting.


Untuk mengatasi nyeri selama krisis, obat seperti parasetamol atau, dalam kasus yang berat, opioid bisa diberikan. Pencegahan infeksi dilakukan dengan vaksinasi lengkap dan penggunaan antibiotik profilaksis karena fungsi limpa yang terganggu.


Salah satu terapi yang sangat membantu adalah pemberian Hydroxyurea, obat yang mampu meningkatkan produksi hemoglobin janin, sehingga mengurangi frekuensi krisis nyeri dan sindrom dada akut. Selain itu, transfusi darah juga dapat diberikan untuk mengatasi anemia berat atau sebagai persiapan sebelum operasi.


Harapan Baru di Masa Depan


Sakit sel darah memang merupakan tantangan besar bagi anak-anak dan keluarganya, yang membutuhkan perhatian medis intensif dan dukungan dari lingkungan sekitar. Memahami bagaimana penyakit ini bekerja, mengenali gejala sejak dini, dan segera melakukan penanganan adalah kunci untuk meminimalkan komplikasi serta meningkatkan kualitas hidup anak.


Perkembangan riset medis yang terus berjalan, termasuk terapi berbasis gen, memberikan harapan besar bagi pengobatan yang lebih efektif dan bahkan kemungkinan penyembuhan di masa depan.