Menjaga tubuh tetap aktif adalah salah satu cara terbaik untuk mendukung gaya hidup sehat.


Bagi banyak orang, terutama para Lykkers, lari memberikan kombinasi sempurna antara tantangan, kebebasan, dan rutinitas. Tapi tahukah Anda? Kebiasaan positif seperti lari juga bisa berubah menjadi beban jika dilakukan secara berlebihan.


Kini, semakin banyak orang usia 35 hingga 45 tahun mengalami tekanan yang tidak disangka-sangka dari rutinitas olahraga mereka. Fenomena ini dikenal sebagai runnerexia, dan bisa jadi tanpa sadar, Anda juga mengalaminya.


Apa Itu Runnerexia?


Bukan Sekadar Hobi, Tapi Obsesi Tersembunyi


Runnerexia adalah istilah baru yang menggambarkan hubungan yang terlalu intens dan kompulsif terhadap olahraga, terutama lari. Kondisi ini umumnya muncul di usia pertengahan, saat banyak orang mulai mengevaluasi kembali kesehatan, tujuan hidup, dan pencapaian pribadi mereka.


Berbeda dengan sekadar semangat berolahraga, runnerexia ditandai dengan dorongan yang sangat kuat untuk berlari setiap hari, bahkan saat tubuh mengalami cedera atau kelelahan. Lari bukan lagi aktivitas menyenangkan, melainkan kewajiban harian yang tak bisa dilewatkan.


Ciri-Ciri Runnerexia yang Perlu Diwaspadai


1. Kecemasan Saat Tidak Berolahraga


Apakah Anda merasa gelisah jika melewatkan satu sesi lari? Apakah muncul rasa bersalah saat tidak sempat berlari karena pekerjaan atau keluarga? Ini bisa jadi tanda awal runnerexia.


2. Harapan yang Terlalu Tinggi


Pelari dengan runnerexia cenderung memiliki ekspektasi tidak realistis terhadap performa dan penampilan tubuh. Jika tidak terus-menerus berkembang atau menurunkan berat badan, mereka merasa kecewa, bahkan frustrasi.


3. Kehilangan Keseimbangan Hidup


Jika Anda mulai mengesampingkan waktu bersama keluarga, pekerjaan, atau bahkan waktu istirahat demi berlari, mungkin sudah saatnya mengevaluasi kembali motivasi Anda.


Mengapa Ini Sering Terjadi di Usia 35-45 Tahun?


Masa Penuh Refleksi Diri


Usia pertengahan sering kali diwarnai dengan perubahan besar: baik secara fisik, emosional, maupun dalam tanggung jawab hidup. Banyak dari kami mulai mempertanyakan arah hidup, mengevaluasi pencapaian, dan mencari kembali jati diri.


Olahraga Sebagai Pengalihan


Lari menawarkan rasa kontrol, rutinitas, dan struktur di tengah kehidupan yang serba tidak pasti. Tapi ketika rutinitas ini menjadi terlalu kaku, justru bisa menciptakan tekanan baru, bukan ketenangan.


Transformasi Lewat Gerakan


Bagi sebagian orang, berlari adalah cara untuk merasa "hidup kembali." Namun jika tidak disertai dengan batasan yang sehat, aktivitas ini bisa berubah menjadi semacam ketergantungan yang mengganggu.


Apa yang Memicu Runnerexia?


Ingin Diakui dan Dihargai


Beberapa orang terdorong untuk terus berlari demi penampilan atau pujian dari orang lain. Sering kali, keinginan untuk terlihat "fit" atau "sukses" secara fisik menjadi motivasi utama, bukan lagi untuk kesehatan pribadi.


Perubahan Cara Pandang terhadap Diri Sendiri


Di usia pertengahan, banyak dari kami mulai meredefinisi siapa diri kami. Ketika aspek lain dalam hidup terasa stagnan, berlari bisa memberikan perasaan berkembang dan berhasil walau semu.


Butuh Fokus dan Kendali


Lari memang menawarkan ritme yang konsisten dan rasa fokus. Tapi ketika jadwal lari tidak lagi bisa diganggu gugat, dan fleksibilitas hilang, ini bisa menimbulkan tekanan mental.


Dampak Negatif Jika Berlebihan


1. Cedera dan Kelelahan Fisik


Tanpa istirahat yang cukup, otot dan sendi bisa mengalami kelelahan, bahkan cedera serius. Apalagi jika latihan dilakukan tanpa bimbingan profesional.


2. Terisolasi Secara Sosial


Ketika lari menjadi prioritas nomor satu, hubungan sosial bisa mulai terganggu. Anda mungkin mulai melewatkan momen penting bersama orang-orang tercinta.


3. Tekanan Mental yang Tidak Disadari


Keterpakuan pada performa dan pencapaian bisa menyebabkan stres emosional, mudah marah, dan bahkan kelelahan mental berkepanjangan.


Cara Mengatasi Runnerexia dan Menemukan Keseimbangan


1. Ubah Pola Pikir


Alih-alih melihat lari sebagai alat pencapaian, cobalah memaknainya sebagai bentuk perayaan tubuh dan kehidupan. Fokus pada rasa syukur atas kemampuan tubuh, bukan hanya target.


2. Tetapkan Batas yang Sehat


Tentukan jadwal latihan yang masuk akal, misalnya 3-4 kali seminggu dan beri ruang untuk fleksibilitas. Tidak ada salahnya melewatkan sesi latihan demi hal lain yang lebih penting.


3. Variasikan Aktivitas


Coba kombinasikan lari dengan aktivitas lain seperti yoga, bersepeda santai, atau jalan kaki. Ini membantu menjaga kebugaran tanpa membebani tubuh secara berlebihan.


4. Jadwalkan Istirahat


Istirahat bukan musuh. Justru, masa pemulihan adalah bagian penting dari setiap rutinitas olahraga. Tubuh dan pikiran Anda butuh waktu untuk memperbarui energi.


Kesimpulan: Saat Komitmen Berubah Jadi Tekanan


Runnerexia menunjukkan bahwa bahkan kebiasaan sehat bisa berubah menjadi tidak sehat jika dijalani tanpa keseimbangan. Bagi para Lykkers yang ingin tetap aktif dan bahagia, penting untuk mengenali batas antara komitmen dan obsesi.


Dengan menerapkan batas yang wajar, variasi dalam rutinitas, dan pola pikir yang berfokus pada perawatan diri, olahraga bisa kembali menjadi sumber kebahagiaan dan bukan beban. Ingatlah, gerakan seharusnya dirayakan, bukan dijadikan kewajiban yang mengikat.


Jika Anda merasa rutinitas olahraga sudah mulai membebani, mungkin ini saatnya menekan tombol "pause", melihat kembali motivasi, dan merancang ulang cara Anda bergerak. Karena hidup sehat bukan soal berlari paling jauh, tapi soal tetap bahagia di setiap langkah.