Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan kondisi neurodevelopmental yang sering kali tidak disadari atau bahkan salah didiagnosis.


Hal ini terjadi karena gejalanya bisa berubah seiring waktu dan sering tumpang tindih dengan gangguan kesehatan mental lain.


Bila pada masa kanak-kanak ADHD lebih mudah dikenali lewat perilaku hiperaktif dan impulsif yang menonjol, maka pada usia remaja hingga dewasa, gejalanya kerap tampil lebih halus dan sulit terdeteksi.


Perubahan Gejala Seiring Waktu


ADHD tidak bersifat statis. Gejala dapat bergeser, terutama saat seseorang beranjak dewasa. Hiperaktivitas fisik yang terlihat jelas pada masa kecil bisa berubah menjadi kegelisahan batin atau rasa "selalu gelisah" tanpa henti. Bagi orang luar, kondisi ini mungkin tidak terlihat, tetapi bagi penderita, rasa tegang internal ini nyata dan terus mengganggu.


Seiring bertambahnya usia, sebagian besar individu dengan ADHD tidak lagi tampak "terlalu aktif" secara fisik. Namun, mereka tetap merasakan dorongan untuk selalu bergerak, berpikir, atau melakukan sesuatu. Ciri-ciri utama kemudian lebih banyak didominasi oleh kesulitan fokus, mudah terdistraksi, sering lupa, serta kesulitan menyelesaikan pekerjaan hingga tuntas. Tidak jarang, mereka juga mengembangkan strategi tertentu untuk menutupi kelemahan ini, sehingga semakin menyulitkan proses identifikasi.


Tanda-Tanda Halus yang Sering Terlewat


1. Disregulasi Emosi


Banyak individu dengan ADHD mengalami perubahan emosi yang cepat, mudah tersinggung, dan tingkat toleransi frustrasi yang rendah. Kondisi ini kerap dianggap sebagai gangguan suasana hati atau masalah kepribadian, padahal sebenarnya berakar dari disfungsi eksekutif pada ADHD.


2. Prokrastinasi Kronis dan Disfungsi Eksekutif


Kesulitan memulai pekerjaan, membuat rencana, hingga mengatur prioritas adalah gejala khas ADHD. Namun, sering kali hal ini dipandang sebagai sifat malas atau kurang termotivasi. Padahal, masalah yang dialami jauh lebih kompleks karena berkaitan dengan cara kerja otak dalam mengatur tugas dan waktu.


3. Gelisah Batin


Alih-alih selalu bergerak atau berlari ke sana kemari, banyak orang dewasa dengan ADHD merasakan ketegangan batin yang terus-menerus. Mereka sulit bersantai, seolah ada dorongan tak kasatmata yang membuat tubuh dan pikiran tidak pernah benar-benar tenang.


4. Karier yang Tidak Stabil dan Prestasi Tertahan


Meski cerdas, banyak individu dengan ADHD memiliki riwayat pekerjaan yang sering berganti atau prestasi yang tidak sesuai potensi. Hambatan utama bukan terletak pada kemampuan intelektual, melainkan kesulitan dalam mengelola tanggung jawab, waktu, dan konsistensi.


5. Hambatan dalam Hubungan Sosial


Impulsivitas, kesulitan mendengarkan, serta ledakan emosi sering kali menimbulkan konflik dengan pasangan, keluarga, atau rekan kerja. Orang lain kerap menilai ini sebagai masalah karakter, padahal merupakan bagian dari gejala ADHD.


6. Gangguan yang Menyertai


Hingga 80% individu dengan ADHD memiliki kondisi tambahan seperti kecemasan atau depresi. Sayangnya, kondisi penyerta ini sering lebih terlihat sehingga menutupi gejala ADHD yang mendasarinya.


7. Rendahnya Harga Diri


Perjuangan bertahun-tahun menghadapi gejala tanpa pemahaman yang tepat sering membuat penderita ADHD merasa tidak cukup baik, malu, atau bahkan kehilangan rasa percaya diri.


Mengapa ADHD Sering Tidak Terdiagnosis?


Beberapa faktor berikut berperan besar dalam membuat ADHD sulit dikenali:


- Kurangnya Pemahaman Klinisi: Dahulu ADHD dianggap hanya terjadi pada anak-anak dan akan hilang seiring pertumbuhan. Pandangan ini membuat banyak kasus pada orang dewasa tidak teridentifikasi.


- Gejala yang Tumpang Tindih: Karena mirip dengan depresi, kecemasan, atau stres kronis, gejala ADHD sering disalahartikan sebagai gangguan lain.


- Perbedaan Gender: Wanita cenderung menunjukkan gejala yang lebih dominan pada aspek perhatian, bukan hiperaktivitas. Akibatnya, gejala terlihat lebih samar dan sering diabaikan.


- Stigma Sosial: Banyak individu enggan mencari bantuan karena khawatir dicap negatif atau takut terhadap label medis.


Seperti yang dikemukakan Dr. Russell A. Barkley, salah satu peneliti terkemuka ADHD, "ADHD adalah gangguan neurodevelopmental seumur hidup yang sering tersembunyi karena perubahan gejala dan strategi kompensasi. Diagnosis yang akurat memerlukan pemahaman lebih dari sekadar kriteria masa kanak-kanak." Senada dengan itu, Dr. Patricia O. Quinn menegaskan bahwa "Mengenali ADHD membutuhkan pemahaman terhadap manifestasi halus, termasuk disregulasi emosi dan defisit fungsi eksekutif, yang sering terabaikan namun penting untuk diagnosis tepat."


ADHD yang tidak terdeteksi dapat menimbulkan masalah jangka panjang pada pendidikan, karier, maupun hubungan sosial. Mengenali tanda-tanda seperti prokrastinasi kronis, emosi yang mudah meledak, serta gelisah batin adalah langkah penting agar diagnosis tidak lagi terlewat.


Meningkatkan kesadaran di kalangan klinisi, memperluas pemahaman masyarakat, serta mengurangi stigma akan membuka jalan bagi lebih banyak orang untuk mendapatkan evaluasi yang tepat. Dengan diagnosis dini dan penanganan yang sesuai, individu dengan ADHD dapat meningkatkan kualitas hidup, mengembangkan potensi, dan membangun rasa percaya diri yang lebih kuat.