Investasi momentum bukanlah sekadar tren sesaat, melainkan strategi yang telah teruji oleh waktu dan berakar dalam teori keuangan perilaku serta bukti empiris.
Pendekatan ini berfokus pada pembelian aset yang menunjukkan kinerja baik di masa lalu dan menjual aset yang mengalami penurunan kinerja.
Prinsip ini menantang hipotesis pasar efisien dengan memanfaatkan inersia dalam pergerakan harga yang disebabkan oleh sentimen investor, penggiringan oleh institusi besar, dan reaksi pasar yang terlambat. Secara akademis, strategi ini pertama kali dipertegas dalam sebuah makalah yang diterbitkan pada tahun 1993 oleh Narasimhan Jegadeesh dan Sheridan Titman, yang menunjukkan bahwa saham dengan kinerja kuat selama periode 3–12 bulan terus mengungguli dalam bulan-bulan berikutnya. Temuan mereka memicu gelombang penelitian yang mengonfirmasi bahwa keuntungan dari momentum tetap ada meskipun setelah penyesuaian untuk faktor risiko yang sudah diketahui.
Salah satu alasan mengapa momentum berfungsi adalah karena para pelaku pasar tidak selalu bertindak secara rasional. Bias psikologis seperti ketidaktertarikan dan bias konfirmasi menyebabkan investor memproses informasi baru secara lambat atau tetap berpegang pada keyakinan lama yang tidak rasional. Akibatnya, harga bergerak secara bertahap daripada seketika, membuka peluang bagi investor momentum untuk memanfaatkan pergerakan harga ini.
Berbagai studi yang dilakukan di pasar saham global menunjukkan bahwa strategi momentum menghasilkan imbal hasil yang lebih tinggi meskipun setelah memperhitungkan risiko. Rasio Sharpe dari portofolio momentum yang terdiversifikasi seringkali melebihi rasio Sharpe dari strategi berbasis nilai atau ukuran. Selain itu, jika momentum digabungkan dengan faktor-faktor lain seperti kualitas atau volatilitas rendah, hal ini dapat meningkatkan efisiensi portofolio tanpa memperbesar potensi kerugian. Investor institusional sering kali menggunakan momentum lintas-sektoral, dengan cara mengurutkan aset berdasarkan kinerja relatif mereka dalam sektor atau wilayah yang sama untuk meminimalkan risiko sistemik. Ketika momentum ini digabungkan dengan model risiko yang lebih maju, pendekatan ini dapat menghasilkan kinerja yang konsisten baik pada siklus ekonomi yang berbeda.
Meskipun memiliki banyak keunggulan, investasi momentum tidak lepas dari kelemahan. Salah satu kelemahan utamanya adalah rentan terhadap pembalikan tajam, terutama pada perubahan rezim pasar atau guncangan likuiditas. Misalnya, saat ada pengumuman makroekonomi yang mendalam, aset dengan momentum tinggi bisa kehilangan nilai dengan cepat karena terjadinya efek mean-reversion. Selain itu, biaya transaksi dan slippage juga menjadi perhatian, terutama pada pasar yang kurang likuid atau ketika menggunakan sinyal jangka pendek. Untuk berhasil dalam investasi momentum, diperlukan tidak hanya sinyal yang tepat tetapi juga mekanisme eksekusi yang efisien dan sistem manajemen risiko yang baik untuk menghindari penurunan nilai (drawdown).
Pada tahun 2025, investasi momentum telah berkembang pesat berkat bantuan model algoritmik dan dataset alternatif. Platform analitik yang canggih kini dapat memproses sentimen berita secara real-time, aliran dana investor, serta klasterisasi volatilitas untuk mendeteksi tren momentum yang sedang berkembang. Alat-alat ini membuat strategi momentum semakin adaptif dan presisi, mengurangi jeda waktu antara pembuatan sinyal dan eksekusi transaksi. Selain itu, meningkatnya tokenisasi aset dan perkembangan platform keuangan terdesentralisasi (DeFi) membuka ruang baru bagi momentum untuk beroperasi. Di lingkungan ini, transparansi harga dan kecepatan data lebih tinggi, memungkinkan deteksi tren yang muncul dengan lebih cepat meskipun disertai dengan risiko yang lebih kompleks.
Momentum sering kali lebih efektif jika digabungkan dalam kerangka multi-faktor yang lebih luas daripada digunakan sebagai strategi mandiri. Portofolio yang menggabungkan momentum dengan nilai, ukuran, dan karakteristik defensif cenderung menawarkan alpha yang lebih konsisten dengan risiko tail yang lebih rendah. Manajer portofolio juga memanfaatkan momentum berbasis time-series, yang berfokus pada tren individu aset daripada kinerja relatif mereka terhadap rekan-rekan mereka. Pendekatan ini sangat populer dalam tren-following dan investasi berjangka yang dikelola, dan dapat sangat efektif dalam investasi makro global serta dalam kondisi pasar yang volatil.
Dari penelitian yang dipublikasikan dalam makalah "Momentum Crashes" yang ditulis oleh Kent Daniel dan Tobias J. Moskowitz dalam Journal of Financial Economics pada tahun 2016, ditemukan bahwa strategi momentum di berbagai kelas aset secara historis menghasilkan rasio Sharpe yang tinggi dan alpha positif yang kuat jika dibandingkan dengan model penetapan harga aset standar. Namun, keuntungan dari strategi momentum cenderung terdistribusi dengan cara yang tidak rata: meskipun momentum dapat menghasilkan keuntungan yang besar, strategi ini juga mengalami periode kerugian besar yang tidak terduga.
Momentum membutuhkan disiplin, data, dan kesadaran risiko, bukan spekulasi semata. Ketika diterapkan secara sistematis, momentum adalah salah satu anomali dalam keuangan yang terus menghasilkan hasil positif di berbagai geografi dan kelas aset. Keberhasilan strategi ini terletak pada pemahaman tentang dasar-dasar perilaku di balik pergerakan pasar dan kemampuan untuk bereaksi dengan presisi, bukan dengan emosi. Saat pasar finansial semakin didorong oleh algoritma dan data, esensi dari momentum tetap sama: mengidentifikasi dan mengikuti tren sebelum banyak orang menyadarinya.
Apakah Anda ingin mengambil langkah pertama dalam investasi momentum dan meraih keuntungan signifikan? Temukan cara untuk memanfaatkan pergerakan pasar yang sedang tren sekarang juga!