Banyak orang berpikir bahwa pengeluaran akan langsung turun drastis setelah pensiun. Padahal kenyataannya, banyak pensiunan justru mendapati biaya hidup tetap stabil atau bahkan meningkat. Penyebab utamanya antara lain biaya kesehatan yang terus naik, inflasi yang tak bisa dihindari, serta gaya hidup yang ingin tetap dinikmati.


Jika tidak merencanakan kebutuhan bulanan secara realistis, tabungan bisa habis jauh lebih cepat dari yang diperkirakan. Di tahun 2025, penting untuk menghitung ulang income gap atau selisih antara penghasilan tetap dan kebutuhan aktual, termasuk premi asuransi kesehatan, pajak properti, serta pengeluaran yang disesuaikan dengan inflasi.


1. Menyepelekan Biaya Kesehatan dan Perawatan Jangka Panjang


Biaya kesehatan adalah salah satu pengeluaran terbesar di masa pensiun, namun sering kali dianggap remeh. Perlu diketahui, sistem seperti Medicare tidak menanggung semua biaya. Bahkan, seseorang yang pensiun di usia 65 tahun pada 2024 diperkirakan bisa menghadapi biaya kesehatan hingga Rp2,7 miliar selama masa pensiun, belum termasuk biaya perawatan jangka panjang.


Solusinya? Pertimbangkan membuka tabungan kesehatan (HSA), pelajari opsi asuransi perawatan jangka panjang, dan rutin evaluasi paket kesehatan Anda agar tidak terbebani di masa depan.


2. Melewatkan Strategi Pajak yang Bisa Menghemat Jutaan


Strategi pajak sering kali dianggap urusan sepele, padahal bisa berdampak besar terhadap total penghasilan bersih selama pensiun. Dengan rencana pemotongan pajak seperti Tax Cuts and Jobs Act yang akan berakhir pada 2026, potensi kenaikan pajak di depan mata tak bisa diabaikan.


Tahun 2025 adalah waktu emas untuk mempertimbangkan konversi dana pensiun ke Roth IRA. Ini akan menciptakan penghasilan bebas pajak di masa depan dan mengurangi beban Required Minimum Distributions (RMDs). Selain itu, memanfaatkan Qualified Charitable Distributions (QCDs) serta penarikan dana pensiun yang cermat bisa membantu Anda tetap berada di tingkat pajak yang menguntungkan dan menghindari kenaikan biaya asuransi kesehatan akibat lonjakan pendapatan.


3. Menunda Menabung, Efeknya Bisa Fatal


Menunda menabung hanya beberapa tahun bisa berdampak besar karena hilangnya efek pertumbuhan majemuk. Misalnya, menabung Rp3 juta per bulan sejak usia 25 tahun dibandingkan usia 35 tahun bisa menghasilkan selisih lebih dari Rp1,6 miliar saat pensiun, dengan asumsi imbal hasil 6% per tahun.


Agar lebih konsisten, sebaiknya aktifkan sistem kontribusi otomatis. Bagi yang berusia di atas 50 tahun, manfaatkan fitur catch-up contributions yang memungkinkan kontribusi tambahan setiap tahunnya. Ini adalah cara efektif untuk mengejar ketertinggalan.


4. Mengandalkan Aturan Lama dan Lupa Inflasi


Banyak orang masih berpegang pada aturan lama seperti "tarik 4% dari tabungan tiap tahun". Di tengah dinamika inflasi dan perubahan pasar seperti sekarang, strategi ini sudah tidak relevan.


Menggunakan pendekatan lama bisa membuat tabungan cepat habis atau justru membuat hidup terlalu hemat. Solusinya? Gunakan data terkini, kondisi kesehatan pribadi, serta proyeksi usia harapan hidup untuk menyusun strategi penarikan dana yang lebih tepat sasaran. Jangan lupa gunakan kalkulator pensiun terbaru yang memperhitungkan inflasi.


5. Mengabaikan Risiko Investasi dan Penyesuaian Aset


Semakin dekat ke masa pensiun, semakin penting mengelola risiko investasi. Terlalu agresif bisa berdampak fatal jika pasar turun drastis saat Anda sudah tidak bekerja. Sebaliknya, terlalu konservatif justru bisa membuat nilai investasi tidak berkembang dan kalah oleh inflasi.


Solusinya adalah menyeimbangkan antara pertumbuhan dan keamanan. Secara bertahap alihkan sebagian portofolio ke instrumen yang lebih stabil, namun jangan sepenuhnya menghindari aset yang bisa memberikan pertumbuhan jangka panjang.


6. Mengambil Manfaat Jaminan Sosial Terlalu Dini


Banyak orang tergoda untuk mengambil manfaat pensiun sesegera mungkin, misalnya di usia 62 tahun. Padahal, keputusan ini bisa memangkas manfaat hingga 30% dibanding menunggu sampai usia penuh (67 tahun). Selama Anda masih bisa menunda, penundaan ini bisa memberikan peningkatan manfaat yang sangat signifikan dan berdampak pada kestabilan keuangan jangka panjang.


7. Tidak Menyesuaikan Diri dengan Kondisi Ekonomi Baru


Pakar keuangan David Bach menekankan bahwa strategi penarikan dana pensiun perlu disesuaikan dengan kondisi pasar saat ini. Ia menyarankan pendekatan fleksibel yang bisa beradaptasi dengan fluktuasi pasar agar penghasilan tetap aman dan berkelanjutan.


Dengan terus mengevaluasi strategi finansial, menyesuaikan diri terhadap inflasi, serta mengoptimalkan langkah-langkah pajak dan proteksi kesehatan, Anda bisa menjaga kestabilan keuangan bahkan di tengah kondisi yang tidak pasti.


Masa pensiun yang nyaman dan aman tidak tercipta dari kebetulan. Butuh perencanaan, ketelitian, dan kemauan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Hindari tujuh kesalahan di atas, dan Anda sudah selangkah lebih dekat menuju masa pensiun yang benar-benar bisa dinikmati.